Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter

Pengertian Pendidikan Karakter

Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.

Faktor Pendidikan Karakter

Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi :

  1. Keteladanan
  2. Intervensi
  3. Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
  4. Penguatan.

Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur

Pengertian Pendidikan Menurut Undang – Undang dan  Para Ahli

Pendidikan memang tak lepas dari makna dan definisi. Dalam dunia pendidikan banyak sekali istilah-istilah yang dipakai dan memerlukan pembahasan mengenai hal definisi atau pengertiannya. Pada blog pendidikan ini, Maswins for Educations, sebelum melangkah membahas mengenai pengertian-pengertian istilah dalam dunia pendidikan, ada baiknya jika terlebih dahulu membahas mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Berikut adalah beberapa pengertian Pedidikan menurut Undang-Undang dan para ahli yang saya kutip dari beberapa sumber :

  1. Pendidikan Menurut UU Sisdiknas

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

  1. Pendidikan Menurut Carter V. Good

Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.

  1. Pendidikan Menurut Godfrey Thomson

Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.

  1. Pendidikan Menurut UNESCO

UNESCO menyebutkan bahwa: “education is now engaged is preparinment for a tife Society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,sekarang,dan masa datang.

  1. 5.      Pendidikan Menurut Thedore Brameld

‘’Education as power means copetent and strong enough to enable us,the majority of people,to decide what kind of a world‘’. (Pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia yang macam apa yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam itu).

  1. Pendidikan Menurut Thedore Brameld

Robert W. richey menyebutkan bahwa; The term “Education” refers to the broad funcition of preserving and improving the life of the group through bringing new members into its shared concem. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essential social activity by which communities continue to exist. In Communities this function is specialzed and institutionalized in formal education, but there is always the education, out side the school with which the formal process is related. (Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).

Pilar – Pilar Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui – nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu sebagai berikut :

1. Trustworthiness (Kepercayaan)

Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.

2. Recpect (Respek)

Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.

3. Responsibility  (Tanggungjawab)

Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak – mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.

4. Fairness  (Keadilan)

Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain sembarangan.

5. Caring  (Peduli)

Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.

6. Citizenship  (Kewarganegaraan)

Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat,  menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.

  • Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi untuk:

  1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
  2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
  3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
  • Nilai-nilai Pembentuk Karakter

Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:

  1.      Jujur
  2.     Toleransi
  3.     Disiplin
  4.     Kerja keras
  5.     Kreatif
  6.     Mandiri
  7.     Demokratis
  8.     Rasa Ingin Tahu
  9.     Semangat Kebangsaan
  10.     Cinta Tanah Air
  11.     Menghargai Prestasi
  12.    Bersahabat/Komunikatif
  13.    Cinta Damai
  14.    Gemar Membaca
  15.   Peduli Lingkungan
  16.   Peduli Sosial
  17.   Tanggung Jawab
  18.   religius  

(Puskur. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.) Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain.

Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.

Pentingnya Pendidikan Karakter

Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb pada anak didik.

Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.

Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat.

Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:

  1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
  2. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
  3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
  4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Tujuh Alasan Perlunya Pendidikan Karakter

Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:

  1. Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya;
  2. Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
  3. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
  4. Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang beragam;
  5. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah;
  6. Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
  7. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.

Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.

Proses Pembentukan Karakter Kepada Anak

Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?

Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.

Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu butuh proses, mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin.Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.

Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”.

Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak.

Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”

Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua mereka.

Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi berpengaruh terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan mental, dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.

Banyak hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat pendidikan pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya. Anak-anak yang tidak mampu masuk ke TK umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan psikologis, sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah program penanganan masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan berbagai pengalaman penting dalam pendidikan prasekolah. Adalah hal yang sangat penting untuk menggerakkan masyarakat di daerah miskin untuk mulai memasukkan anaknya ke prasekolah dan mengembangkan lingkungan bersahabat dengan TK lainnya untuk bersama-sama melakukan pendidikan karakter.

Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :

  • Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
  • Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
  • Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
  • Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri
  • Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
  • Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
  • Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
  • Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
  • Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
  • Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

You might also like