Kebahagiaan dan Paradigma Hak Milik
by : Abdullah Muadz
Bumi langit dan semua isi yang terkandung didalamnya termasuk diri kita adalah milik Allah SWT milik Allah, ayatnya begitu banyak silahkan buka Al-Qur’an lagi…
Manusia bukan pemilik, lahir ke dunia tanpa selembar benangpun, mati juga hanya membawa kain kafan. Tidak sepantasnya punya obsesi untuk memiliki sesuatu. Kebahagiaan dan kenikmatan tidak harus dengan jalan memiliki.
Yang paling menikmati rumah megah dan mewah mungkin para pembantunya..
Yang paling manikmati villa-vila mewah mungkin para penjaganya, ,
Yang paling menikmati gonta ganti mobil mungkin para da’i atau penceramah dengan jemputan panitianya. Jadi ketika kita bisa menikmati sesuatu tidak harus berfikir memiliki..
Berbagai kasus konflik dari yang kecil misalnya rebutan waris, sampai yang paling besar perang antar negara, sebagian besar sebabnya adalah soal kepemilikan..
Rusaknya persaudaraan, ributnya organisasi, pecahnya kongsi dagang, sebagian besar adalah karna soal kepemilikan, ,
Sebaliknya kebahagiaan banyak didapatkan sebagian besar oleh orang yang tidak memiliki apa apa.. lihat fakta sejarah. Kematian tragis dan mengenaskan atau kisah-kisah tragis sebagian besar adalah orang yang banyak memiliki apa apa.
Konflik pertama yang menjadi tragedi manusia angkatan pertama anak-anak Nabi Adam adalah soal kepemilikan. Penyakit hasad bisa menghanguskan semua amal kita, berasal dari paradigma yang salah soal kepemilikan.
Akankah kita lari dari fakta-fakta tersebut ? disisi lain ada manusia yang rela diatur oleh ideologi sosialis yang meniadakan sebagian besar hak kepemilikan. Ideologi sosialis memang bertentangan dengan islam karena menutup fitrah manusia yang ingin memiliki, tetapi itu adalah sebuah fakta pilihan untuk menekan kesenjangan, dengan cara diluar Islam. Terbukti dapat mengatasi kesenjangan dan meredam konflik masyarakatnya
Islam tidak membatasi hak kepemilikan, kecuali yang memang sudah dibatasi Allah SWT melalui kitab suciNya, karena itu adalah fitrah manusia ingin memiliki, sepanjang cara pendapatkannya, cara pengeluarannya, dan bagian-bagian kewajiban terhadap hartanya dipenuhi..
Tetapi Islam juga tidak menutup orang yang ingin mengambil jalan hidup sederhana seperti Rasulullaah membiarkan gaya hidup Abu Zar al-Ghifari. Sementara itu Rasulullaah sendiri sebagai kepala negara sampai akhir hayatnya mengambil jalan hidup sederhana. Padahal Beliau pernah menjadi pedagang sukses yang kaya raya, terbukti dengan emas kawin yang diberikan kepada Khodijah yang luarr biasa..
Tetapi setelah diutus menjadi rasul dan sekaigus menjadi publik figur, Beliau mencontohkan gaya hidup sederhana. Sebagai kepala negara beliau sering kelaparan, sering ganjal perut dengan batu pakai ikat pinggang, pernah solat rakaat berikutnya gak kuat berdiri karena menahan lapar, pernah puasa sunnah niatnya baru siang karena tidak makanan siang, , dll
Seorang Umar bin khottob mantan preman, harusnya tegar, tetapi bisa nangis tersedu ketika masuk kedalam rumah Rasulullah, kepala negara yang tidak punya apa-apa kecuali baju perang dan tiker dari pelepah kurma,
Rasulullah meninggal sebagai kepala negara tidak banyak mewariskan harta benda kepada anak anaknya. Sekedar memenuhi permintaan anaknya Fathimah untuk memiliki pembantu, untuk menumbuk tepung gandum, karena tangannya lecet, Beliaupun menolak.
Kita akan mendapat deretan cerita panjang orang-orang yang mencari kebahagiaan dengan jalan mengambil cara hidup sederhana. Masihkah kita ragu ?
Semakin banyak yang kita miliki, semakin banyak beban fikiran yang harus kita tanggung, baik untuk menjaga, melindungi, melengkapi, merawat, memelihara, menggunakan, membelanjakan, mangatur, memanfaatkan, membagi, mewariskan, mempertanggung jawabkan, dan segudang beban lainnya…
Kebahagiaan, kesedihan, itu ada dihati, semantara panca indra dan akal fikiran yang akan terus memberi masukan-masukan kepada hati untuk bisa mengolah sebagai bahan pertimbangan. Jika bahan masukannya lebih banyak beban-beban fikiran serta rangsangan Indra yang berhadapan dengan serba materi, maka bisa dipastikan hati akan tidak kuat mengolah untuk mencari rumus kebahagiaan yang sejati. Kareana semua akan menuntut, tanpa ada ujungnya…
Begitu mata melihat baju, maka fikiran yang berkembang memenuhi tuntutan baju mulai dari Mesin cuci, ember, sikat, gayung, keran, selang, mesin pompa air, sabun cuci, cairan pewangi, jemuran, jepitan, hanger, keranjang, sterika, meja sterika, lemari pakaian, kamper, jarum, benang, mesin jahit, motor pengerak mesin, listri dan seterusnya…. tanpa akhir, tanpa ujung, terus menuntut…
Jadi dimana letaknya kebahagiaan.. itu.???
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2019 | SMAIT As-Syifa